Sabtu, 02 Juli 2011

Fatwa MUI tentang HIV, AIDS, dan ODHA - Penularan HIV-AIDS

Terlebih dahulu saya akan memperlihatkan fatwa MUI terkait masalah HIV & AIDS sebagai tanggapan umat Islam Indonesia yang pertama kali muncul. Setelah itu, barulah saya akan membahas respons/fatwa NU (Nandlatul Ulama) dan Muhammadiyah terhadap penyakit ini.

Saya cenderung mendahulukan MUI karena, pertama, MUI—sebagaimana klaim mereka—adalah institusi yang mewakili suara umat Islam Indonesia secara umum. Sebab, keanggotaan MUI sebenarnya diambil dari seluruh komponen Muslim Indonesia dengan latar belakang organisasi massa dan kepentingan-kepentingan yang berbeda, termasuk NU dan Muhammadiyah. Walaupun faktanya, MUI sebagai gerakan Islam sering kali hanya mewakili ide-ide konservatif.

Kedua, MUI patut kita dahulukan karena institusi ini telah mengeluarkan fatwa tentang isu AIDS lebih awal dibandingkan dengan yang lainnya. Fatwa MUI tentang HIV & AIDS telah dikeluarkan pada 1995 dalam bentuk pandangan yang diformulasikan dan dalam bentuk hukum legal sebagaimana fatwa Islam nasional, sementara waktu itu belum ada tanggapan apa pun baik dari NU maupun Muhammadiyah. Barulah kemudian NU memusyawarahkan AIDS dalam Bahtsul Masail-nya pada 1997 dan respons konkret dari Muhammadiyah pada 2005 dengan diluncurkannya buku Khutbah Jumat yang khusus membahas AIDS.

Fatwa MUI tentang HIV, AIDS, dan ODHA
Mungkin kita bisa memaklumi bahwa fatwa MUI tentang AIDS yang dikeluarkan pada 30 November 1995 di Bandung sudah tidak up to date lagi. Namun faktanya, fatwa ini masih dipublikasikan hingga saat ini dan masih layak kita rujuk sebagai referensi. Memang, hingga saat ini belum ada lagi fatwa MUI yang lebih baru mengenai isu ini.

Pada 1995, Departemen Agama (DEPAG) Republik Indonesia bersama dengan UNICEF dan MUI—yang saat itu dipimpin oleh K.H. Hasan Basri—mengeluarkan beberapa butir fatwa terkait dengan pencegah
an AIDS di Indonesia, termasuk pendirian forum yang diberi nama Mudzakarah Nasional Ulama Tentang Penanggulangan Penularan HIV-AIDS.

Secara keseluruhan, fatwa ini bernama Tadzkirah Bandung yang terdiri dari tiga poin utama.19 Pertama, mengenai dasar teologi HIV & AIDS yang dipahami oleh MUI. Kedua, mengenai peran MUI untuk mendidik masyarakat sehubungan dengan HIV & AIDS. Ketiga, beberapa rekomendasi MUI untuk komisi fatwa.

Fokus bahasan kita adalah mengulas secara kritis poin pertama dan ketiga karena kontroversinya relatif Iebih besar dibandingkan dengan poin yang kedua, yang berisi peran ulama dalam mendidik masyarakat terkait dengan penyakit ini.

0 komentar

Posting Komentar